Assalamualaikum
Pernah ga ketemu situasi
seperti ini?
Ada seorang ibu, yang membawa 5
kue dan akan dibagikan di rumah, ada untuk suami, dan 3 anaknya (salah satu
anaknya berumur 5 tahun). Nah si anak umur 5 tahun ini tiba tiba memakan begitu
saja 3 kue, si ibu emosi dan berkata “Sudah!!! Ambil saja semuanya, habiskan
saja sana!!”. Reaksi si anak? Bengong, bingung, tidak tahu harus bagaimana, dia
pahamnya disana ada kue, dia makan sesuai porsinya, dan sekarang dia
kekenyangan, mau menolak tapi liat wajah ibunya kok ngeri. Akhirnya si anak
menangis, atau mungkin takut, atau mungkin juga jadi ikutan marah karena ga mau
makan kue.
Itu salah satu contoh situasi
yang dijelaskan oleh ibu Indria Laksmi Gamayanti, saat saya menghadiri seminar
Komunikasi Efektif pada Anak di Omah Perden. Situasi tersebut terjadi karena si
anak yang berumur 5 tahun, sebenarnya masih memiliki pemikiran yang operasional
konkrit. Bahwa, dia taunya ada kue dan dia lapar, seharusnya si ibu tidak
langsung emosi, tetapi memberikan pengertian dan selanjutnya ada konsekuensi
(karena si anak sudah 5 tahun), bahwa besok kalau ibu beli kue lagi, kamu tidak
boleh makan dulu, karena hari ini sebagian kue milik yang lain sudah kamu
makan. Bicara tenang tapi tegas, sampaikan ke anak, jangan keburu emosi.
Tenang tapi tegas, hehehe,
rasanya sulit ya, apalagi kalo kondisi hati juga sedang tidak enak. Itu juga
yang berkali kali dibilang oleh suami saya, “bunda ga boleh emosi, bicara aja
ke kakak dengan tenang, kakak sudah mengerti kok, ga perlu teriak teriak”. Beberapa
hari ini saya terapkan ke Akta, ujung ujung nya Akta tanya “Mama sekarang lagi
marah atau lagi tegas?” Hahahahaa, apakah ini berarti raut muka dan suara tegas
saya masih beda tipis? Saat seminar, bu Gatma juga menjelaskan bahwa suara ayah
memang memiliki timbre yang berat, berbeda dengan perempuan yang suaranya cempreng
lemah lembut. Jadi, anak kalau sama ayahnya memang cenderung menurut, karena
suaranya tegas tapi kalem.
Komunikasi itu adalah
percakapan 2 arah, kalau cuman 1 arah namanya marah marah, LOL. Kadang kita
kalau bicara kepada anak 1 dengan yang lain, pasti reaksi anaknya beda. Misalnya
si ibu A menerapkan time out untuk anaknya dan berhasil, tapi si ibu B
menerapkan time out kepada anaknya malah ga berhasil, padahal caranya persis
banget seperti ibu A. kenapa? Ya karena anak anak itu unik, mereka berbeda satu
sama lain. Apa penyebabnya? Ya mungkin perjalanan selama di perut (red:situasi
saat hamil), perbedaan proses tumbuh kembangnya, atau juga mungkin umurnya
berbeda. Oleh karena itu, kita harus paham, anak kita ini masuk tipe apa nih,
kinestetik, audio, atau visual?
Kalau Akta, dari kecil hingga
sekarang, termasuk anak kinestetik. Sehingga saya kebanyakan mengarahkan
beberapa hal pakai gerakan. Seperti mengenal warna, belajar huruf hijaiyah,
kadang dulu saya ajak masak, main air, dsb. Kemudian saat masih PG, sering
dapat cerita (bukan complain) kalau Akta di kelas gabisa diam, gerak terus,
tapi dia dengerin gurunya, dan bisa menangkap omongannya. Awalnya saya kira
semua anak seperti ini, sampai bertemu dengan tetangga saya, anaknya seumuran
Akta. Umur 4 tahun sudah bisa baca tulis, mewarnainya sudah rapi, bisa mewarnai
seperti gambar di sampingnya, misalnya rambut hitam, pohon hijau, dsb. Akta? Boro
boro, dia masih main aja, disuruh ngaji lari lari, tapi dia kenal anak seluruh
komplek karena suka main (PR banget, karena temennya jadi beraneka ragam,
kosakatanya juga aneka ragam). Kemudian ada temen saya yang lain, dia cerita
kalau anaknya itu suka sekolahan yang ada kursi mejanya, malah kalau diajak
main yang kotor kotoran (outdoor) dia kurang suka. Saya seperti terselentik,
walaahh ternyata beda beda ya, aku kira semua anak suka kotor kotoran. Hehehe.
Akta beberapa bulan lagi 5 tahun, baca tulis pun belum bisa, sedangkan anak tetangga
saya mungkin sudah bisa baca buku macam macam ya. Bingung? Iyaaa, hihi, tapi
kata suami, Akta itu pasti bisa baca kok nanti, wong iqra aja udah iqra 3 dan
sudah mulai baca huruf hijaiyah bagian BA BI BU. Dan sekarang, akhirnya saya
kencengin lagi latihan pincergrasp nya, otot otot tangannya, karena begitu dia
siap menulis, nanti otot tangannya sudah bagus. Dinding di rumah sudah saya
tempelin kata kata, misalnya PI N TU, atau RAK atau LE MA RI. Jadi sudah bisa
baca ? BELUM, hahaa. [help].Aspek dasar perkembangan anak itu ada beberapa
bagian, jadi baca tulis itu adalah sebagian kecil dari perkembangan dibawah ini
:
- Perkembangan kognitif
- Perkembangan emosi
- Perkembangan social
- Perkembangan motoric (dasar dan halus)
- Perkembangan bahasa
Jadi, sebelum anak mengenal
baca tulis, sudahkan mengenal aspek perkembangan yang lain? Sebaiknya orangtua,
tidak terlalu mempush anaknya untuk
hanya bisa baca tulis (noted banget buat saya). Nah, kemarin juga dijelaskan
bagaimana berkomunikasi yang baik dengan anak, antara lain :
- Gunakan bahasa yang sederhana dan singkat
Saat berbicara jangan pake
bahasa yang panjang lebar. Misalnya, ayo kakak yang soleh, baik, dan pintar,
sekarang kita makan dulu yuk. Bagi anak, itu adalah kalimat yang panjang, hehe,
dan kata kata tersebut adalah kata kata yang abstrak. Jadi ga boleh? Boleeeh,
menurut saya sih boleh, karena omongan itu juga bisa jadi doa, tapi seperlunya
saja dan tidak usah sehari beberapa kali. Karena, anak malah jadi males. Akta juga
kadang protes, “Mama kok manggil aku anak soleh? Ansol ansol, aku kan namanya
AKTA” hehehe. Dulu saya nyengir aja dan menjelaskan bahwa itu doa buat kakak. Tapi
setelah ikut seminar ini saya paham, bagi dia (di umur sekarang) kata kata itu
abstrak, wkwkw.
- Gunakan intonasi, volume suara yang menarik
Suara yang menarik bukanlah
suara yang di cedal cedalkan ya, seperti ayoo mamam dulu, adek lucu aneett.
- Saat bicara posisi sejajar dan lakukan kontak mata
Menurut saya ini penting
banget. Menatap mata anak, ingatt dengan lembut, bukan tatapan tajam menusuk
seolah menyalahkan anak. Saya pernah dengar, “Jangan jadikan anak merasa bahwa
dia gagal atau dia penyebab semuanya”. Terutama untuk anak anak balita ya, yang
masih dalam proses perkembangan semua aspek tumbang. Tapii ya susah juga sih
ya, haha, saya kayaknya susah semua, tapi yuk berusaha lembut tanpa harus
menghakimi, berusaha mengingatkan tanpa menghakimi.
- Beri pancingan / reinforcement pada usaha anak untuk berkomunikasi
- Ciptakan suasana yang menyenangkan, hangat dan menarik
Di akhir seminar, ada beberapa
pertanyaan dari peserta, salah satunya mancep banget di kepala, dan kelar
seminar buru buru saya sampaikan ke suami. Bahwa, anak itu tidak memiliki
kewajiban untuk mengalah, kewajiban kita sebagai orangtua adalah mengajarkan
dia untuk bertoleransi. Jadi, jangan sering bilang “kakak harus ngalah. Kan kakak
sudah besar, udah mau SD lo, adik kan masih kecil”, bukan seperti itu, tapi “ayok
kak berbagi sama adek mainannya” atau “kalo adik ga boleh yang ini, bolehnya
yang mana?”. Kenapa? Karena nanti si kakak akan menganggap bahwa menjadi anak
besar itu ga enak, selalu harus mengalah. Beneran terjadikah? Buat Akta iyaa,
ada beberapa saat dia seperti itu, padahal sejak Kani lahir, kami jarang banget bilang "ngalah". Kalaupun Kani yang salah, ya yang ditegur dek Kani, bukan kakak. Untuk ceritanya, nanti di blogpost yang lain yaa.
Btw, acara di Omah Perden
kemarin seru banget, saya bisa mengikuti acara seminar dari awal sampai akhir
dengan baik, special thanks to suami yang mau pulang minggu kemarin, padahal
bukan jadwal pulang, jadi saya bisa me time sejenak. Omah perden adalah rumah
stimulasi dan pengembangan diri di bawah naungan LPDK Kemuning Kembar. Lokasinya
ada di depan persis siomay Kotabaru, jadi abis dari Omah Perden bisa mampir makan
siomay. Loh??? Wkwkwk. Kemarin Alhamdulillah saya dapat 1 seat untuk trial, hehehe… thanks mba Cielaa. Loh
dek Kani mau sekolah? Enggak sekolah sih, tepatnya mengajak dia beraktivitas,
saya pengen tau aktivitas di lembaga seperti ini untuk seumuran Kani (1 tahun 1
bulan) seperti apa sih, dan ternyata seru loo, aktivitas lain akan saya tulis
di blogpost lain yaa.
Salam,
Rachma
Tips yang menarik. Coba ah..
ReplyDeleteTerimakasih sudah berbagi :)
sama sama mbaa :)
DeleteMenohok sekali mbaa postingannya.. Hiks.aq masi suka marah2, ceramah kepanjangan, sering manggil ansol dan muji2 yg lain yg emang berlebihan x') makasi byk sharingnya mba, salam kenal. Msh harus banyak belajar
ReplyDeletedan ternyata memuji yang berlebihan ke anak memang ga baik ya mba :). sama sama belajar ya mba ^^
DeleteMba Rachmaaa, postinganmu menohok syekalii..
ReplyDeleteAku lagi dalam tahap "nggak ngerti" sama 3 krucils di rumah. Huhuhu
Mba Cin,,, apalah dirimu yang 3, aku 2 aja juga masih ga kontrol, hehe. Semangat mamak idolaqueee
DeleteThanks sharingnya mbak. Kalau ibu2 lg capek banget kdng suka keceplosan ngomongnya nada tinggi. Pengen jg sih menerapkan komunikasi efektif pd anak TFS
ReplyDeleteacaranya keren yah mbk. makasih udah sharing disini. aku jadi belajar banyak hal jga. noted. bsa nih d praktekin klo aku udh nikah bsok hehe
ReplyDeleteTeorinya aku udah tahu, tapi prakteknya susyah cinn. hiks tips buat prakteknya dong
ReplyDelete