Sejak awal menikah, saya dan
suami sudah LDR alias Long Distance
Relationship, entah sejak kapan konsep itu berjalan seperti ini. Saat kami
berdua (tepatnya sejak suami melamar saya) menikah, kami seakan tidak membahas
perbedaan lokasi tempat tinggal kami, saya di Jogja dan suami dii dii dii
dimana mana :D. Seperti sudah sepakat satu sama lain, kami (saya mencoba)
nyaman nyaman saja dengan situasi ini, yang penting suami telepon setiap hari,
pulang setidaknya 2 kali sebulan, dan sebagainya sebagainya (syaratnya banyak
banget, wkwkw). Di awal perpisahan pertama kami sebagai pasangan yang menikah, malah suami saya yang terbawa suasana, dia memeluk saya lamaaa sambil
terisak dan mengucapkan nasehat nasehatnya. Saya? Senyum senyum sajaaa…tapi
rupanya seiring waktu berjalan, yang paling sering menangis ya saya, si wanita
yang (sok) kuat ini rupanya cengeng berat, hihi.
Kekhawatiran saya saat kami
berbeda tempat tinggal mulai muncul saat kehamilan anak pertama. Saat itu saya
membaca peran penting seorang ayah di rumah, hingga saya dengar tentang anak
beberapa teman (dan temannya teman) yang tidak mau dekat dengan ayahnya (karena
posisi ayah di luar kota, dan pulang beberapa minggu atau bulan sekali). Bahkan
si anak ini sudah bisa dikatakan tidak kecil lagi, tapi sudah besar kisaran SD.
Alhasil sejak dalam kandungan hingga lahir ke dunia, Akta sudah saya bilangi
kalau ayah kerja di luar kota. Alhamdulillahnya sejak bayi, Akta sudah dekat
dengan ayahnya. Saat ayahnya pulang, ada saja tingkah laku mereka, mulai Akta
tidur di pangkuan ayahnya, Akta didongengin si Ayah sampai (ayahnya) tertidur,
mandi berdua, jalan jalan berdua, dan hingga sekarang mereka bisa bekerja sama
“ngerjain” saya.
Saya pikir kekhawatiran saya
tentang kedekatan ayah dan anak sudah reda, tapi rupanya saat kelahiran Kani,
rasa itu muncul lagi. Karena Kani perempuan, sedangkan Akta laki laki, kata
orang, anak perempuan akan lebih dekat dengan sang ayah, jadi tenang saja. Tapi
pikiran saya berkata lain, gimana kalau nanti Kani pemalu, trus liat wajah ayah
dia malu dan malah gelendotan di saya. Tapi buru buru saya tepis pikiran ini,
kejadian yang diharapkan harus bermula dari AFIRMASI yang POSITIF. Sebisa
mungkin saya bisikan pada Kani, kalau ayah kerja di luar kota, besok datang
main lagi sama kita yaa. Doakan afirmasi ini sukses yaa…
Saya juga berpikiran, yang
penting quality time harus
dimunculkan saat si ayah berada bersama anak. Jadi kalau ayahnya datang, saya
mintalah dia yang mandiin, nyuapin, ngajak main, bacain cerita sebelum tidur,
dan sebagainya. Saya juga pernah meminta suami berjalan berdua bersama Akta,
misalnya ke taman bermain atau ke mall. Reaksinya? Takut … hehehe, katanya
nanti kalo rewel gimana? Kalau ngantuk gimana? Ya saya jawab saja kalau rewel
ya ditenangin pake gini gini gini (rumus pribadi emak). Tapi jawaban saya
rupanya belum memuaskan, dibales gini sama suami “Iya kalau bunda enak ada
nenen. Misalnya nangis tinggal di nenenin aja si Akta. Kalau ayah?”. Hahahaa,
bener juga yaah, tapi sekali lagi, itu bukan alasan untuk menolak saran saya
(ini saran atau suruhan sih, haha). Sebab, saya berpendapat keluar berdua sama
anak itu penting, minimal jalan jalan pagi berdua, menghabiskan waktu sepanjang
jalan tanpa ada orang lain, hanya mereka berdua. Bahkan kegiatan ini tetap saya
nantikan walaupun Kani lahir, nantinya juga harus ada waktu untuk saya dan Akta
keluar berdua saja, begitu juga dengan Kani ^^.
Kejadian serupa (tapi tak sama)
juga terjadi di teman saya (yang kenalnya dari dunia per whatsapp-an), mak Ardiba Rakhmi Sefrienda (www.ardiba.com) yang beberapa waktu lalu baru saja menyelesaikan kuliah S2 nya di UGM. Berhubung mengambil pendidikan S2 di Yogya, mak Diba dan anaknya (1 anak) harus LDR sebentar dengan suaminya ^^.
Baca tulisan mak Diba tentang LDM yuk ^^ DISINI
Perpisahan dua sejoli ayah dan anak ini
rupanya juga tidak seperti kekhawatiran saya di atas, malah si anak mak Diba juga
termasuk dekat dengan si ayah ^^. Bahkan kabarnya si anak sudah ada rencana mau
jalan jalan ke museum dengan ayahnya saat pulang nanti. Saat tahu hal ini, saya
tersenyum, kadang Akta juga gitu, tapi akhir akhir ini lebih ingat ayahnya pulang
hari Sabtu, karena hari Sabtu hari es krim, haha.
Berikut beberapa tips untuk
para ayah yang LDR dengan anaknya ^^ :
1. Usahakan tetap menelepon
setiap hari walaupun anda sangat sibuk. Bahkan, apabila anak masih bayi,
tetaplah menelepon untuk mendengar tangisan dan ajak mereka ngobrol.
2. Saat anda ada di rumah,
usahakan untuk tidak terlalu fokus memegang handphone maupun tab, agar
perhatian anda bisa fokus kepada anak.
3. Lakukan kegiatan bersama,
seperti jalan pagi, bersepeda, bermain di rumah, dsb.
Baca cerita seru AIS (anak Mak Diba) dengan ayahnya DISINI
4. Ajak anak untuk bercanda. Jadikan
diri anda sebagai ayah yang menarik, yang lucu, dan gak jaim :D.
Baca kegiatan seru Akta dengan ayah di Gunkid KLIK DISINI
5. Jauh dari anak, bukan
berarti saat bertemu anda harus memanjakannya, buat beberapa aturan yang
disepakati agar anak tidak kelewat batas. Ayah yang tegas tapi menyenangkan?
BISA BANGET
6. Apabila anak sudah sekolah,
usahakan beberapa kali ikut kegiatan anak di luar sekolah. Misalnya ada outing kelas, outbond¸dsb. Akta dulu pernah ada acara cooking class di luar sekolah, kebetulan saya tidak bisa ikut, dan
akhirnya si ayah saya minta pulang. Sampai sekarang masih ada di ingatan Akta
lho, kalau ayahnya yang mengantar dia ke kelas memasak ^^ BERDUA SAJA.
7. Apabila ada hari kecepit
atau waktu luang, ajak anak untuk travelling. Percayalah, hal ini memberikan
efek untuk saya (ditambah dengan melakukan beberapa tips sebelumnya). Karena dengan
travelling, komunikasi ayah dan anak bisa semakin intens. Tidak harus mewah,
tidak harus jauh, misalnya berkemah ^^.
Baca kisah wisata Mak Diba bersama anak dan suaminya di Embung Nglageran DISINI
Baca travelling kami bertiga sebelum Akta kena harga 1 tiket pesawat :P KLIK DISINI
Selamat "berlengket lengket" sama anak ya ayah ayah HEBAT ! ^^
Selamat "berlengket lengket" sama anak ya ayah ayah HEBAT ! ^^
Long distance nggak masalah, yg penting ayahnya bisa menjaga kedekatan dengan anak dan keluarga..
ReplyDeleteLong distance nggak masalah, yg penting ayahnya bisa menjaga kedekatan dengan anak dan keluarga..
ReplyDeleteBetul mba, kualitas pertemuan juga penting ^^
DeleteYes, quality time ayah n anak penting banget meskipun jarang ketemu..semangat ya mak Rachma.. :)
ReplyDeletemakasih mba Juli ^^
Deletemeskipun jauh, namun tetap terasa dekat ya
ReplyDeleteiya mba, alhamdulillah banget :)
DeleteHaaaa mak rachma juga geng LDM tho, baru taauuu *peluk syahabat sesama LDM*
ReplyDeleteKalo suami dateng aku jg suka ngasih dia tugas2 buat mandiin, main, dll sama anak. Biar makin deket skaligus modus biar aku bisa sedikit leha2 #eh ;p
Hehehe,, iya maakk :D
Deleteeh beneeerr kadang di saat suami datang kita malah pengen istirahat beberapa jam buat ngurus anak, hihi
Sepakat mbak, jangan sampai karena kita anggep sepele hal ini eh nanti malah pas anaknya udah gede gak ada atau jarang sekali buat kontak kontakan dengan ayah atau orang tuanya.
ReplyDeleteTerima kasih juga tips-tipsnya Mbak. :D